Ketatanegaraan Republik Indonesia
Ketatanegaraan
Republik Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Tata Negara adalah
seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk
negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara.”
“Ketatanegaraan
adalah segala sesuatu mengenai tata Negara”. Menurut hukumnya, “tata negara
adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang
menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan
kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya”.
Negara Indonesia adalah negara
hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan. Tentunya
Sistem ketatanegaraan Indonesia mengikuti konsep negara hukum .Ciri-ciri suatu
negara hukum adalah:
a. Pengakuan adan perlindungan hak-gak
asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi,
dan kebudayaan.
b. Perlindungan yang bebas dari suatu
pengaruh kekuasaan atau kekyuatan lain dan tidak memihak
c. Jaminan kepastian hokum pada setiap
warga negaranya
Sedangkan konsep negara hukum (Rechtsstaat),
ketatanegaraan negara hukum mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.
Penyelenggaraan negara berdasar
Konstitusi.
b.
Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
c.
Penghormatan terhadap Hak Asasi
Manusia.
d. Kekuasaan yang
dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan dan
kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law).
Sebagai Negara hukum,
tentunya ada yang mendasari suatu hukum itu. Undang-undang dasar merupakan hukum
dasar yang menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum seperti undang-undang,
peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap kebijaksanaan pemerintah
harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok
masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden,
Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai
perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem
demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara
adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama
dengan rakyat.
Dalam
sistem ketatanegaraan republik Indonesia, memerlukan sebuah Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 demi berlangsungnya sistem ketatanegaraan di
Indonesia. Dan terciptanya tujuan negara republik Indonesia.
2.2. Peran
Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Konstitusi (hukum dasar)
republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD
1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa
kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga pada berbagai peaturan
ketatanegaraan lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang
dimaksud dalam UUD 1945 adalah konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan
hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara.
Meminjam rumusan (dalam teori)
mengenai konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana
seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “discretionary powers”
Directionary Powers adalah kekuasaan
untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mat didasarkan kebijaksanaan
atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal di atas yang mula-mula
mengemukakan adalah Dicey di kalangan sarjana di Inggris, pendapat tersebut
dapat diterima, lebih lanjut beliau memerinci konvensi ketatanegaraan merupakan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Konvensi
adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan
ditaai dalam praktek penyelenggaraan negara.
b.
Konvensi
sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui)
pengadilan.
c.
Konvensi
ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam
penyelenggaraan negara.
d.
Konvensi
adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya discretionary powers
dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah
tak terlepas dari organisasi negara, di sini meuncul pertanyaan yaitu : “apakah
negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam “Teori
Kekelompokan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai
berikut:
“Negara itu pada hakikatnya adalah
suatu organissasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang
disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka
bersama”.
Tentang negara muncul adanya bentuk
negara dan sistem pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian
ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu: Monarki dan Republik, jika seorang kepala
negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negara disebut
Monarki dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih
untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan
kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik
dalam Pembukaan dan Batang Tubuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1,
tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk
negara (alinea ke-4), “...... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,...... dan seterusnya. Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.”
Dalam sistem ketatanegaraan dapat
diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu
pengertian Konstitusi, Konstitusimengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis
dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan
tentang sumber hukum melelui ilmu hukum yang membedakan dalam arti material
adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum dalam arti formal
adalah hukum yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan
hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti
luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan
ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara,
untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi kaidah-kaidah
hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui
merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945
terdiri dari 2 kelompok yaitu: Pembukaan, Batng Tubuh yang memuat pasal-pasal,
dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2
pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi,
Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan peraturan
perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966
|
TAP MPR NO III/MPR/2000
|
Tata urutannya
sebagai berikut:
·
UUD 1945
·
TAP MPR
·
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
·
Peraturan Pemerintah
·
Keputusan Presiden
·
Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:
§ Peraturan Menteri
§ Instruksi Menteri
|
Tata urutannya sebagai berikut:
·
UUD 1945
·
TAP MPR
RI
·
Undang-Undang
·
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
·
Peraturan
Pemerintah
·
Keputusan
Presiden
·
Peraturan
Daerah
|
Sifat Undang-Undang Dasar 1945,
singakt namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan
Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Pasalnya
hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada
penyelenggaraan negara dan pimpinan pemerintah untuk:
1.
Menyelenggarakan
pemerintahan negara dan
2.
Mewujudkan
kesejahteraan sosial
b.
Aturan
pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni
Undang-Undang, yang lebih cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c.
Yang
penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek
pelaksanaan
d.
Kenyataan
bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD
1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk
menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” serta membuatnya
operasional.
e.
Dapat
kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasikan setelah
ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung
nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok di dalam UUD 1945 yang
ada kaitannya dengan pokok-pokok pokiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD
1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan
pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar
merupakan suatu alat untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawahnya
apakah bertentangan dengan UUD di samping juga merupakan sebagai fungsi
pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan
sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang
merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik
dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di
dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam alinea 4
itu, setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai
nilai-nilai yang dijunjung bangsa-bangsa beradab, kemudian di dalam pembukaan
tersebut dirumuskan menjadi alinea 4.
Alinea pertama berbunyi “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.”
1. Adanya keteguhan dan kuatnya
pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka
dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan
menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif,
yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan;
penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah
Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan
mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “Dan
perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”, makna yang terkandung di sini adalah:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak
segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan
bangsa Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut
telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan
tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang
bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan
cita –cita bangsa Indonesia ( cita –cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “Atas
berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya “. Maknanya adalah:
1. Motivasispiritual yang luhur bahwa
kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh
segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan di dunia dan akhirat.
3. Penguuhan dari proklamasi
kemerdekaan
Alinea ke-empat berbunyi : “Kemudian
daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus
mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara
Indonesia yaitu:
a.
Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah
Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah
Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila,
sebagaimana seperti dalam sila–sila yang terkandung di dalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara
dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan di dalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu: Pancasila merupakan landasan ideal bagi terbentuknya
masyarakat adil dan makmur material dan spiritual di dalam Negara Republik
Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelmu menjelaskan mengenai sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada umumnya.
Istilah struktur ketatanegaraan di sini adalah terjemahan dari istilah Inggris
“The Structure of Government”. Pada umunya struktur ketatanegaraan suatu negara
meliputi dua suasana, yaitu: supra struktur politik dan infra struktur politik.
Yang dimaksud supra struktur politik dan infra struktur di sini adalah segala
sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat perlengkapan negara
termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam
supra struktur politik ini adalah : mengenai kedudukannya, kekuasaan dan
wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat
perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima
macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik, komponen golongan kepentingan,
komponen alat komunikasi politik, komponen golongan penekan, komponen tokoh
politik.
Praktek ketatanegaraan Negara
Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai
pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh berpendapat, UUD 1945 dan
Pancasila harus dilestarikan. Upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara
lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya tersebut
diatur sebagai berikut:
MPR menyatakan secara resmi tidak
akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal
104 berbunyi sebagai berikut “Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD
1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan serta akan
melaksanakan secara murni dan konsekuen.”
Diperkenalkannya “referendum” dalam
sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih
dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi
perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur tentang tata cara perubahan
UUD 1945 secara nyata. Lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit
kemungkinan mengubah UUD 1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran
TAP MPR No. IV/MPR/1983 yang berbunyi “Bahwa dalam rangka makinmenumbuhkan
kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan
pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar
pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD 1945.”
Kata “melestarikan” dan
“mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak mengubah
kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945
seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah sebagai berikut:
“Memang sifat auran itu mengikat,
oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi
kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan sampai ketinggalan jaman.”
Dari uraian di atas dapat diketahui
adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama, berkeinginan mempertahankan,
sedangkan prinsip yang kedua, menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman,
yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti perkembangan jaman. Dalam hal ini
perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atas kepastian hukum dalam
ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan yang
mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi merupakan keadaan
sesungguhnya untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis
dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan di atas,
kehadiran konvensi dalm sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh:
1. Konvensi merupakan sub sistem
konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara
yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin
pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Di dalam memperjelas mengenai
ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada
bagan lampiran tersendiri, dan setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang
pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus
2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus
2002, dari amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur
ketatanegaraan RI yang selanjutnya di dalam struktur setelah amandemen adanya
lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur ke dalam UUD 1945
yang diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya adalah menyangkut jabatan
Presiden dan Wakil Presiden. Apabila Presiden dan Wakil Presiden melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, seperti melakukan
korupsi, penyuapan, dan lainlain harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah
Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputuskan seadil-adilnya. Dalam hal
ini, DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan
kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara
serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang
kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana pasal 26 ayat 1
menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga
negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “Syarat-syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu pada pembahasan oleh Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia
Indonesia menjadi perdebatan sengit. Ada yang mengusulkan agar hak asasi
manusia dimasukkan ke dalam ide tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya
antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi
suatu kesepakatan yaitu masuk ke dalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah setiap pribadi untuk berbuat
agar eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara
memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi
manusia merupakan hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir, terlihat
dari uraian di atas mengenai hubungan antar warga negara masing-masing memiliki
hak dan kewajiban.
2.3 Kedudukan
Pancasila sebagai Sumber Hukum Dasar Negara Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai
Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari Negara,
ideologi Negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini pancasila merupakan
suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara atau dengan
kata lain perkataan. Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan
Negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi
dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai
pancasila. Maka pancasila merupakan Sumber dari segala sumber hukum , pancasila
merupakan sumber kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara
Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat wilatah, beserta
pemerintah Negara.
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas
kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga
merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum
Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar
maupun yang tidak tertulis atau Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara,
Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif lainnya.
Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif lainnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup
bangsa serta idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian
kata- kata yang indah namun semua itu harus kita wujudkan dan di aktualisasikan
di dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila
itu sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib
hukum yang ada di Negara RI.
Berarti semua sumber hukum atau peraturan2, mulai dari
UUD`45, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2),
PP (Peraturan Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan
pelaksanaan yang lainnya, harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan
hukumnya.
Semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak
boleh bertentangan dengannya.
Oleh sebab
itu, bila Pancasila diubah, maka seluruh produk hukum yang ada di Negara RI
sejak tahun 1945 sampai sekarang, secara otomatis produk hukum itu tidak
berlaku lagi. Atau dengan kata lain, semua produk hukum sejak awal sampai
akhir, semuanya, ‘Batal Demi Hukum’. Karena sumber dari segala sumber hukum
yaitu Pancasila, telah dianulir. Oleh sebab itu Pancasila tidak bisa diubah dan
tidak boleh diubah.
Dalam kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar negara
sebagai negara Republik Indonesia, maka kedudukan pancasila sebagai mana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber
hukum indonesia. Dengan demikian seluruh peraturan perudang- undangan di Indonesia harus
bersumber pada pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung asas kerohanian
negara atau dasar filsafat negara RI.
Dalam alinia ke empat pembukaan UUD 1945, termuat unsur-
unsur yang menurut ilmu hukum di syaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia
(rechts orde) atau (legai orde) yaitu suatu kebulatan dan keseluruhan peraturan-
peraturan hukum. Dengan di cantumkanya pancasila secara formal didalam
pembukaan UUD 1945, maka pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar
hukum positif, dengan demikian tata kehidupan benegara tidak hanya bertopang
pada asas- asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduanya dengan
keseluruhan asas yang melekat padanya yaitu panduan asas- asas kultural.
2.4
Makna Isi Pembukaan UUD 1945 dan Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Dari tiap-tiap alinea dalam
pembukaan UUD 1945, terkandung pokok-pokok pikiran yang sangat dalam, yaitu:
- Pada Alinea pertama, terkandung pokok pikiran bahwa: a) kemerdekaan
adalah hak segala bangsa, b) segala bentuk penjajahan harus dihapuskan, c)
bangsa Indonesia perlu membantu bangsabangsa lain yang ingin merdeka. Pokok-pokok
pikiran itu semestinya menjadi landasan politik luar negeri Indonesia.
- Pada alinea kedua, terkandung pokok pikiran bahwa: a) perjuangan
bangsa Indonesia telah sampai kepada saat yang tepat untuk
memproklamasikan kemerdekaan, b) kemerdekaan bukanlah akhir dari suatu
perjuangan, c) perlu upaya mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan negara
merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
- Pada alinea ketiga terkandung pokok pikiran: a) bahwa kemerdekaan
yang diperoleh oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa, b) bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimotivasi juga
oleh keinginan luhur untuk menjadi bangsa yang bebas dari penjajahan.
- Pada Alinea keempat terdapat rumusan tentang: a) tujuan negara yang
meliputi: *) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; *) memajukan kesejahteraan umum; *) mencerdaskan kehidupan
bangsa; *) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan
perdamaian abadi; b) pentingnya mengatur kehidupan negara dalam UndangUndang
Dasar; c) bentuk pemerintahan Republik; d) dasar negara Indonesia yang
kemudian dikenal dengan nama Pancasila.
Pembukaan Konstitusi, baik yang
secara resmi disebut dengan nama Pembukaan maupun tidak, memuat norma-norma
dasar kehidupan bernegara (kaidah fundamental hidup bernegara). Isi pembukaan
konstitusi bukan rumusan pasal-pasal hukum tata negara. Namun demikian, karena
berupa norma-norma dasar, isi pembukaan itu mempertinggi kekuatan mengikat
pasal-pasal dalam Konstitusi. Demikian juga yang terjadi dengan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 mengandung
pokok-pokok pikiran yang merupakan cita-cita hukum yang melandasi lahirnya
hukum negara, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Dengan
demikian, Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber tertib hukum Indonesia. Di dalam
Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok kaidah negara yang fundamental.
Secara konkret pokok-pokok kaidah negara yang fundamental itu adalah dasar
negara Pancasila. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih tinggi dari Batang Tubuh
UUD 1945.
Makna setiap alinia dalam pembukaan
Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber motivasi dan aspirasi serta cita-cita hukum
dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 1945 mengandung nilai-nilai
dan hal-hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia. Adapun makna yang
terkandung daiam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Alinea Pertama berisi tentang: a. Pernyataan
obyektif bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
b. Pernyataan subyektif bangsa Indonesia untuk menentang segala bentuk
penjajahan dan dukungan kepada semua bangsa untuk membebaskan diri dari
penjajahan.
2. Alinea Kedua memuat pernyataan
bahwa: a. Perjuangan pergerakan bangsa Indonesia telah sampai pada tingkat yang
menentukan b. Momentum yang telah dicapai tersebut harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. c. Kemerdekaan yang telah dicapai
bukan merupakan tujuan akhir dari bangsa Indonesia tetapi masih harus diisi
dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, adil dan makmur.
3. Alinea Ketiga memuat tentang: a. Motivasi
spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan adalah berkat rahmat Allah yang Maha
Kuasa. b. Bukti ketakwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. c.
Pernyataan kembali atau pengukuhan proklamasi kemerdekaan Indonesia
4. Keempat memuat tentang : a. Fungsi
sekaligus tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. b. Kemerdekaan kebangsaan
Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar
c. Susunan atau bentuk negara yaitu
Republik. d. Susunan pemerintahan negara yaitu berdasarkan kedaulatan rakyat
(demokrasi). e. Dasar negara yaitu Pancasila.
2.5 Makna Isi Pembukaan UUD 1945
sebagai “Staat Fundamental Norm” dan Kedudukannya dalam Tertib Hukum Indonesia
Bung Karno:
Declaration of Independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar ’45,
memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita,
untuk melaksanakan ke Negaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam
memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara-batin yang hidup
dalam kalbu rakyat kita. “Proklamasi” tanpa “Declaration” berarti bahwa
kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tanpa mempunyai Dasar Penghidupan
Nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai
“raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing
dari bumi “Ibu Pertiwi”. (DBR II – 442)
Pendahuluan :
Kemerdekaan
adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan, karena di dalam alam
kemerdekaan itulah kita akan dapat berjuang mencapai tujuan hidup berdasarkan
prinsip-prinsip yang telah kita letakkan.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan
bukan sekedar untuk merdeka, akan tetapi kemerdekaan Indonesia diproklamasikan
untuk menciptakan keadaan yang memberi kemungkinan bagi bangsa Indonesia dalam
mencapai cita-cita hidupnya berdasarkan prinsip-prinsip yang hidup di dalam
kalbu. Oleh karena itu, Bung Karno menyebut kemerdekaan sebagai “jembatan emas”
untuk mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Dari
kutipan di atas jelas dapat kita ketahui bahwa di dalam Deklarasi Kemerdekaan
yang tertuang sebagai Pembukaan UUD 1945 kita akan dapat menemukan falsafah,
pedoman, dasar-dasar kebangsaan dan kenegaraan, serta kepribadian bangsa
Indonesia. Dalam Deklarasi Kemerdekaan itulah kita akan dapat menemukan “raison
d’etre” (alasan keberadaan/ eksistensi) bangsa
Indonesia. Dengan demikian seluruh
arah dan tujuan, serta tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara harus
merupakan turunan (derivasi) serta penjabaran dari Pembukaan UUD 1945. Diharapkan
setidak-tidaknya kita akan dapat melakukan pemahaman atas pokok-pokok pikiran
yang terkandung di dalamnya.
Alinea
pertama merupakan asas dalam mendirikan negara, yang terdiri dari dua hal:
Pertama: kemerdekaan adalah hak
segala bangsa;
Kedua: penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kedua: penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dengan
demikian jelas bahwa negara yang didirikan oleh bangsa
Indonesia adalah sebuah negara
bangsa (nation state) yang berdiri di atas hak yang dimilikinya, yaitu hak
untuk merdeka. Hal ini dipertegas dalam alinea ke empat yang menyebutkan
“Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia”. Atas dasar asas tersebut, nasionalisme
yang dibangun Indonesia pasti bukan nasionalisme yang chauvinistik,
bukan pula jingo nasionalism, melainkan nasionalisme yang berperikemusiaan dan
berperikeadilan. Nasionalisme yang akan dibangun adalah nasionalisme yang
menjunjung tinggi hak kemerdekaan semua bangsa, untuk menjalin hubungan saling
hormat menghormati dengan kewajiban untuk melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Atas dasar
kesadaran itu, maka penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Berdasarkan
prinsip tersebut, maka dapat diketahui bahwa nasionalisme
Indonesia adalah nasionalisme yang
dijiwai perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu nasionalisme Indonesia adalah
nasionalisme yang anti penindasan, baik penindasan bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation)
maupun penindasan manusia atas manusia (exploitation
de l’homme par l’homme).
Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm dalam
bahasa Jerman) adalah kedudukan sebagai kaidah negara yang fundamental. Di atas telah diuraikan betapa
penting kedudukan Pembukaan dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar, yang
sering disebut juga dengan istilah Preambule, atau Mukaddimah. Karena dalam
Pembukaan ini terkandung staat fundamental norm yang merupakan prinsip atau
pandangan filsafati yang melandasi perumusan batang tubuh konstitusi, yang
dijadikan pegangan dalam hidup bernegara. Bahkan karena dalam Pembukaan itu
termuat Staat fundamental norm yang merupakan penjabaran Staatsidee, maka
merubah Pembukaan suatu UUD berarti merubah atau membubarkan suatu negara.
nice posting
BalasHapusmantap sangat membantu..
BalasHapusmantap bu
BalasHapusmantap...makasih y
BalasHapus