Minggu, 28 April 2013

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN INDONESIA


Ketatanegaraan Republik Indonesia
Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Tata Negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara.”
“Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata Negara”. Menurut hukumnya, “tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya”. 
Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan. Tentunya Sistem ketatanegaraan Indonesia mengikuti konsep negara hukum .Ciri-ciri suatu negara hukum adalah:
a.       Pengakuan adan perlindungan hak-gak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b.      Perlindungan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekyuatan lain dan tidak memihak
c.       Jaminan kepastian hokum pada setiap warga negaranya
Sedangkan konsep negara hukum (Rechtsstaat), ketatanegaraan negara hukum mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Penyelenggaraan negara berdasar Konstitusi.
b.      Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
c.       Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
d.      Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan dan kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law).
Sebagai Negara hukum, tentunya ada yang mendasari suatu hukum itu. Undang-undang dasar merupakan hukum dasar yang menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia, memerlukan sebuah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 demi berlangsungnya sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dan terciptanya tujuan negara republik Indonesia.


2.2. Peran Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia
Sistem Konstitusi (hukum dasar) republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraa terdapat juga pada berbagai peaturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam TAP MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “discretionary powers”
Directionary Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mat didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal di atas yang mula-mula mengemukakan adalah Dicey di kalangan sarjana di Inggris, pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memerinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut:
a.       Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaai dalam praktek penyelenggaraan negara.
b.      Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.
c.       Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara.
d.      Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya discretionary powers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, di sini meuncul pertanyaan yaitu : “apakah negara itu?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam “Teori Kekelompokan” yang dikemukakan oleh Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai berikut:
“Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organissasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka bersama”.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu: Monarki dan Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negara disebut Monarki dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tubuh dapat diketahui pada  pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara (alinea ke-4), “...... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,...... dan seterusnya. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.”
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusimengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melelui ilmu hukum yang membedakan dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu: Pembukaan, Batng Tubuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966
TAP MPR NO III/MPR/2000
Tata urutannya sebagai berikut:
·         UUD 1945
·         TAP MPR
·         Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
·         Peraturan Pemerintah
·         Keputusan Presiden
·         Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:
§  Peraturan Menteri
§  Instruksi Menteri
Tata urutannya sebagai berikut:
·         UUD 1945
·         TAP MPR RI
·         Undang-Undang
·         Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
·         Peraturan Pemerintah
·         Keputusan Presiden
·         Peraturan Daerah

Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singakt namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.     Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada penyelenggaraan negara dan pimpinan pemerintah untuk:
1.   Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
2.   Mewujudkan kesejahteraan sosial
b.    Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang lebih cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c.     Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan
d.    Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” serta membuatnya operasional.
e.     Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasikan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok di dalam UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pokiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawahnya apakah bertentangan dengan UUD di samping juga merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam alinea 4 itu, setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung bangsa-bangsa beradab, kemudian di dalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi alinea 4.
Alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
1.       Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan melawan penjajah.
2.       Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3.       Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4.       Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, makna yang terkandung di sini adalah:
1.       Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia.
2.       Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3.       Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita –cita bangsa Indonesia ( cita –cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Maknanya adalah:
1.      Motivasispiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
2.      Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan di dunia dan akhirat.
3.      Penguuhan dari proklamasi kemerdekaan
Alinea ke-empat berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1.       Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu:
a.   Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
b.  Memajukan kesejahteraan umum
c.   Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d.  Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2.      Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3.      Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4.      Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila–sila yang terkandung di dalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu: Pancasila merupakan landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan spiritual di dalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelmu menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan di sini adalah terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government”. Pada umunya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu: supra struktur politik dan infra struktur politik. Yang dimaksud supra struktur politik dan infra struktur di sini adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat-alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini adalah : mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenagnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik, komponen golongan kepentingan, komponen alat komunikasi politik, komponen golongan penekan, komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan. Upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak  memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut:
MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan serta akan melaksanakan secara murni dan konsekuen.”
Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata. Lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945, hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983 yang berbunyi “Bahwa dalam rangka makinmenumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD 1945.”
Kata “melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945 seperti yang terdapat di dalam penjelasan adalah sebagai berikut:
“Memang sifat auran itu mengikat, oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya siatem UUD jangan sampai ketinggalan jaman.”
Dari uraian di atas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama, berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua, menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti perkembangan jaman. Dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atas kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi merupakan keadaan sesungguhnya untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan di atas, kehadiran konvensi dalm sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh:
1.      Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
2.      Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Di dalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia, pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri, dan setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002, dari amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya di dalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur ke dalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Apabila Presiden dan Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, seperti melakukan korupsi, penyuapan, dan lainlain harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa, diadili dan diputuskan seadil-adilnya. Dalam hal ini, DPR mengajukan masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit. Ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam ide tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk ke dalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir, terlihat dari uraian di atas mengenai hubungan antar warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban.



2.3  Kedudukan Pancasila sebagai Sumber Hukum Dasar Negara Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari Negara, ideologi Negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara atau dengan kata lain perkataan. Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan Sumber dari segala sumber hukum , pancasila merupakan sumber kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat wilatah, beserta pemerintah Negara.
Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
    Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia maka  Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif lainnya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah rangkaian kata- kata yang indah namun semua itu harus kita wujudkan dan di aktualisasikan di dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasarakat, berbangsa dan bernegara. 
Pancasila sebagai dasar negara menunjukkan bahwa Pancasila itu sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari seluruh tertib hukum yang ada di Negara RI.
Berarti semua sumber hukum atau peraturan2, mulai dari UUD`45, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2), PP (Peraturan Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), dan seluruh peraturan pelaksanaan yang lainnya, harus berpijak pada Pancasila sebagai landasan hukumnya.
Semua produk hukum harus sesuai dengan Pancasila dan tidak boleh bertentangan dengannya.
Oleh sebab itu, bila Pancasila diubah, maka seluruh produk hukum yang ada di Negara RI sejak tahun 1945 sampai sekarang, secara otomatis produk hukum itu tidak berlaku lagi. Atau dengan kata lain, semua produk hukum sejak awal sampai akhir, semuanya, ‘Batal Demi Hukum’. Karena sumber dari segala sumber hukum yaitu Pancasila, telah dianulir. Oleh sebab itu Pancasila tidak bisa diubah dan tidak boleh diubah.
Dalam kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar negara sebagai negara Republik Indonesia, maka kedudukan pancasila sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum indonesia. Dengan demikian seluruh peraturan perudang- undangan di Indonesia harus bersumber pada pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung asas kerohanian negara atau dasar filsafat negara RI.
Dalam alinia ke empat pembukaan UUD 1945, termuat unsur- unsur yang menurut ilmu hukum di syaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts orde) atau (legai orde) yaitu suatu kebulatan dan keseluruhan peraturan- peraturan hukum. Dengan di cantumkanya pancasila secara formal didalam pembukaan UUD 1945, maka pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif, dengan demikian tata kehidupan benegara tidak hanya bertopang pada asas- asas sosial, ekonomi, politik, akan tetapi dalam perpaduanya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya yaitu panduan asas- asas kultural.

2.4 Makna Isi Pembukaan UUD 1945 dan Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Dari tiap-tiap alinea dalam pembukaan UUD 1945, terkan­dung pokok-pokok pikiran yang sangat dalam, yaitu:
  1. Pada Alinea pertama, terkandung pokok pikiran bahwa: a) ke­merdekaan adalah hak segala bangsa, b) segala bentuk penjajahan harus dihapuskan, c) bangsa Indonesia perlu membantu bangsa­bangsa lain yang ingin merdeka. Pokok-pokok pikiran itu semestinya menjadi landasan politik luar negeri Indonesia.
  2. Pada alinea kedua, terkandung pokok pikiran bahwa: a) per­juangan bangsa Indonesia telah sampai kepada saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan, b) kemerdekaan bukanlah akhir dari suatu perjuangan, c) perlu upaya mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
  3. Pada alinea ketiga terkandung pokok pikiran: a) bahwa kemerdeka­an yang diperoleh oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, b) bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimotivasi juga oleh keinginan luhur untuk menjadi bangsa yang bebas dari penjajahan.
  4. Pada Alinea keempat terdapat rumusan tentang: a) tujuan negara yang meliputi: *) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; *) memajukan kesejahteraan umum; *) mencerdaskan kehidupan bangsa; *) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi; b) pentingnya mengatur kehidupan negara dalam Undang­Undang Dasar; c) bentuk pemerintahan Republik; d) dasar negara Indonesia yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila.
Pembukaan Konstitusi, baik yang secara resmi disebut dengan nama Pembukaan maupun tidak, memuat norma-norma dasar kehidupan bernegara (kaidah fundamental hidup bernegara). Isi pembukaan konstitusi bukan rumusan pasal-pasal hukum tata negara. Namun de­mikian, karena berupa norma-norma dasar, isi pembukaan itu memper­tinggi kekuatan mengikat pasal-pasal dalam Konstitusi. Demikian juga yang terjadi dengan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang merupakan cita-cita hukum yang melandasi lahirnya hukum negara, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis di Indonesia. Dengan demikian, Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber tertib hukum Indonesia. Di dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung pokok-pokok kaidah negara yang fundamental. Secara konkret pokok-pokok kaidah negara yang fundamental itu adalah dasar negara Pancasila. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 lebih tinggi dari Batang Tubuh UUD 1945.
Makna setiap alinia dalam pembukaan Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber motivasi dan aspirasi serta cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 1945 mengandung nilai-nilai dan hal-hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia. Adapun makna yang terkandung daiam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1.      Alinea Pertama berisi tentang: a. Pernyataan obyektif bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. b. Pernyataan subyektif bangsa Indonesia untuk menentang segala bentuk penjajahan dan dukungan kepada semua bangsa untuk membebaskan diri dari penjajahan.
2.      Alinea Kedua memuat pernyataan bahwa: a. Perjuangan pergerakan bangsa Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan b.    Momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. c. Kemerdekaan yang telah dicapai bukan merupakan tujuan akhir dari bangsa Indonesia tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, adil dan makmur.
3.      Alinea Ketiga memuat tentang: a. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan adalah berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa. b. Bukti ketakwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. c. Pernyataan kembali atau pengukuhan proklamasi kemerdekaan Indonesia
4.      Keempat memuat tentang : a. Fungsi sekaligus tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa Indone­sia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. b. Kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar
c. Susunan atau bentuk negara yaitu Republik. d. Susunan pemerintahan negara yaitu berdasarkan kedaulatan rakyat (demokrasi). e. Dasar negara yaitu Pancasila.

2.5 Makna Isi Pembukaan UUD 1945 sebagai “Staat Fundamental Norm” dan Kedudukannya dalam Tertib Hukum Indonesia
Bung Karno: Declaration of Independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar ’45, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan ke Negaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara-batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita. “Proklamasi” tanpa “Declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tanpa mempunyai Dasar Penghidupan Nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi “Ibu Pertiwi”. (DBR II – 442)
Pendahuluan :
Kemerdekaan adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan, karena di dalam alam kemerdekaan itulah kita akan dapat berjuang mencapai tujuan hidup berdasarkan prinsip-prinsip yang telah kita letakkan.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan bukan sekedar untuk merdeka, akan tetapi kemerdekaan Indonesia diproklamasikan untuk menciptakan keadaan yang memberi kemungkinan bagi bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita hidupnya berdasarkan prinsip-prinsip yang hidup di dalam kalbu. Oleh karena itu, Bung Karno menyebut kemerdekaan sebagai “jembatan emas” untuk mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Dari kutipan di atas jelas dapat kita ketahui bahwa di dalam Deklarasi Kemerdekaan yang tertuang sebagai Pembukaan UUD 1945 kita akan dapat menemukan falsafah, pedoman, dasar-dasar kebangsaan dan kenegaraan, serta kepribadian bangsa Indonesia. Dalam Deklarasi Kemerdekaan itulah kita akan dapat menemukan “raison d’etre” (alasan keberadaan/ eksistensi) bangsa 
Indonesia. Dengan demikian seluruh arah dan tujuan, serta tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara harus merupakan turunan (derivasi) serta penjabaran dari Pembukaan UUD 1945. Diharapkan setidak-tidaknya kita akan dapat melakukan pemahaman atas pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya.
Alinea pertama merupakan asas dalam mendirikan negara, yang terdiri dari dua hal:
Pertama: kemerdekaan adalah hak segala bangsa;
Kedua: penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dengan demikian jelas bahwa negara yang didirikan oleh bangsa 
Indonesia adalah sebuah negara bangsa (nation state) yang berdiri di atas hak yang dimilikinya, yaitu hak untuk merdeka. Hal ini dipertegas dalam alinea ke empat yang menyebutkan “Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia”. Atas dasar asas tersebut, nasionalisme yang dibangun Indonesia pasti bukan nasionalisme yang chauvinistik, bukan pula jingo nasionalism, melainkan nasionalisme yang berperikemusiaan dan berperikeadilan. Nasionalisme yang akan dibangun adalah nasionalisme yang menjunjung tinggi hak kemerdekaan semua bangsa, untuk menjalin hubungan saling hormat menghormati dengan kewajiban untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Atas dasar kesadaran itu, maka penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Berdasarkan prinsip tersebut, maka dapat diketahui bahwa nasionalisme
Indonesia adalah nasionalisme yang dijiwai perikemanusiaan dan perikeadilan. Oleh karena itu nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang anti penindasan, baik penindasan bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation) maupun penindasan manusia atas manusia (exploitation de l’homme par l’homme).
Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm dalam bahasa Jerman) adalah kedudukan sebagai kaidah negara yang fundamental.  Di atas telah diuraikan betapa penting kedudukan Pembukaan dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar, yang sering disebut juga dengan istilah Preambule, atau Mukaddimah. Karena dalam Pembukaan ini terkandung staat fundamental norm yang merupakan prinsip atau pandangan filsafati yang melandasi perumusan batang tubuh konstitusi, yang dijadikan pegangan dalam hidup bernegara. Bahkan karena dalam Pembukaan itu termuat Staat fundamental norm yang merupakan penjabaran Staatsidee, maka merubah Pembukaan suatu UUD berarti merubah atau membubarkan suatu negara. 

4 komentar: