Minggu, 28 April 2013

HAKIKAT PENDIDIKAN



HAKIKAT PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak, khususnya keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang dikenal sebagai tripusat pendidikan. Fungsi dan peranan tripusat pendidikan itu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya serta menyiapkan sumber daya manusia pembangunan yang bermutu (Tirtarahardja Sulo, 2005).  
Definisi maha luas, pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu (Mudyahardjo, 2010).
Hakikat pendidikan merupakan tinjauan yang menyeluruh dari segi kehidupan manusia yang menampakkan konsep-konsep pendidikan. Karena itu pembahasan hakikat pendidikan meliputi pengertian-pengertian: pendidikan dan ilmu pendidikan; pendidikan dan sekolah; dan pendidikan sebagai aktifitas sepanjang hayat. Komponen-komponen pendidikan yang meliputi 1) Tujuan pendidikan, 2) Peserta didik, 3) Pendidik, 4) Interaksi sfektif antara peserta didik dengan pendidik, 5) Isi pendidikan, 6) Konteks yang mempengaruhi suasana pendidikan.


PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Pemahaman terhadap konsep pendidikan setidaknya berorientasi pada dua aktifitas utama yaitu pendidikan sebagai tindakan manusia sebagai usaha membimbing manusia yang lain (educational practice), dengan pendidikan sebagai ilmu pendidikan (educational thought). Pendidikan sebagai suatu tindakan sudah berlangsung lama sebelum orang berfikir tentang bagaimana mendidik. Bahkan dapat dikatakan pendidikan dalam artian ini sudah ada sejak leberadaan manusia di dunia ini, sedangkan pendidikan sebagai ilmu baru lahir kira-kira pada abad 19.
Dua pengertian tersebut oleh prof. Gununing dibedakan dengan dua persitilahan, yaitu Paedagogie untuk pendidikan dalam artian praktik dan Paedagogiek untuk ilmu pendidikan atau yang berhubungan dengan teori pendidikan yang mengutamakan perenungan atau pemikiran ilmiah (Siwarno, 1982).
Dari kenyataan tersebut di atas E. H Wilds menggambarkan :
Education is as old as life itself; … Education, concious or unconcious, organizes or unorgasized, has always existed, playing an in area singly role in the drama of human progress………………………………Education took palse long before anyone thought abaout it; there writing about education long before was problem of education.

            Dari tinjauan sejarah pendidikan kelahiran ilmu pendidikan diawali dengan lahirnya tokoh-tokoh pemikir dalam bidang pendidikan. Pada abad 18 lahirlah tokoh-tokoh seperti J. A Comeniu, John Locke, Jean Jaques Rousseau, Immanuelkant dan J. J Pestalozzi. Sedangkan tokoh-tokoh pendidikan abad 19 hingga awal abad 20 diantaranya adalah Herbart, Frobel, Montessori, John Dewey dan lain-lain.bermula dari pemikir-pemikir tersebut maka ilmu pendidikan terus berkembang hingga saat ini.

Ilmu pendidikan atau Paedagogiek adalah teori pendidikan perenungan tentang pendidikan dalam arti yang luas. Ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal yang timbul dalam praktik pendidikan (Brojonegoro, 1986). Ilmu pendidikan telah berkembang dan memenuhi persyaratan sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Ilmu pengetahuan dapat berdiri sendiri apabila telah memenuhi persyaratan yaitu 1) memiliki objek sendiri, 2) metode penyelidikan, 3) sistematika, dan 4) tinjauan sendiri.

Objek Ilmu Pendidikan
            Ilmu pendidikan memiliki objek yang menjadi lapangan penyelidikannya yang terdiri dari objek  forma dan objek materi. Objek forma adalah lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu, sedangkan objek materi adalah sudut tinjauan dari suatu ilmu. Objek materi dari ilmu pendidikan adalah manusia,sedang objek formanya adalah kegiatan manusia membimbing perkembangan manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Ilmu pendidikan dimungkinkan memiliki objek materi yang sama dengan ilmu pengetahuan lainnya namun berbeda dalam objek formanya. Dari objek forma inilah ditemukan permasalahan pendidikan, yang menjadi bahasan suatu ilmu yang disebut ilmu pendidikan.

Metode Penelitian Ilmu Pendidikan
            Ilmu pendidikan memiliki metode penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode tersebut mencakup metode untuk mengumpulkan data maupun metode untuk mengolah data. Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui observasi, tes, interview, angket dan lain-lain. Metode untuk menganalisis data dapat menggunakan data analisis statistik maupun non statistik. Metode berfikir yang digunakan menganalisis dapat menggunakan metode induktif ataupun deduktif.

Sistematik dalam Ilmu Pendidikan
            Ilmu pendidikan memiliki persoalan-persoalan yang tersusun secara sistematis. Terdapat beberapa hal yang selalu ada dalam sistem tersebut adalah (1) tujuan pendidikan, (2) pendidik, (3) peserta didik, (4) interaksi pendidikan, dan(5) lingkungan pendidikan.
            Ilmu pendidikan mengajarkan kepada kita aneka perilaku mendidik mana yang tergolong patut dan tepat (appropiate practices) dan mana sebaliknya (Rohman Lamsuri, 2009).
Tujuan Ilmu Pendidikan
            Dalam pengembangan ilmu pendidikan memiliki dua tujuan yaitu untuk pengembangan suatu ilmu, yang berorientasi pada kebenaran suatu ilmu itu sendiri. Dengan cara ini akan menghasilkan ilmu teoritis murni yang tidak menghiraukan kegunaannya dalam praktik. Selain tujuan tersebut ilmu pendidikan juga mengembangkan ilmu yang selanjutnya dapat digunakan dalam praktik pendidikan sehari-hari. Hal yang demikian disebut dengan ilmu bersifat praktis. Artinya teori yang ditemukan harus berorientasi pada praktik, atau dapat dipraktikan.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu pengetahuan empiris, rokhani, normatif, yang diangkat dari pengalaman pendidikan , kemudian disusun secara teoritis untuk digunakan secara praktis  (TIM DOSEN FIP - IKIP MALANG, 1980).

PENDIDIKAN DAN SEKOLAH
            Pendidikan dan sekolah dua konsep yang sulit untuk dipisahkan, karena pada umumnya manusia tidak memandang perbedaan keduanya. Sebagian besar manusia memandang keduanya merupakan konsep yang berkesinambungan.
Sekolah merupakan bagian dari pendidikan, yang memiliki peranan penting karena sekolah diperlukan untuk melanjutkan perkembangan suatu masyarakat; sekolah merupakan sumber utama bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Kebiasaan masyarakat jika berbicara tentang pendidikan umumnya memasuki sekolah. Hal itu pun tidak salah karena pengertian sempit dari pendidikan adalah persekolahan.
Bertolak dari uraian tersebut diatas penggunaan istilah sekolah mengarah pada pendidikan formal yang berlangsung dalam sekolah. Sedangkan pendidikan istilah yang digunakan untuk segala pengalaman belajar baik yang terjadi dalam sekolah maupun diluar sekolah.
John A. Laska, mengemukakan pengertian pendidikan sebagai berikut :
Education is one of the most important activities in which human beings engange. It is by means of the educative process and its role intransmitting the cultural heritage from one generation to the next that human societies are able to meintain their existence. But education does more than just help us to keep the kind of society we already have; it is also one of the major ways in which people try to change or improve their societies…..

Berdasarkan definisi tersebut di atas, pengertian pendidikan memiliki ciri sebagai berikut : 1) Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat, 2) Pendidikan merupakan suatu aktifitas yang terbuka, dan 3) Pendidikan mencakup pengertian pendidikan formal dan informal.

Pendidikan merupakan proses sepanjang hayat.
            Hanya dalam jangka waktu beberapa jam dari kelahiran, seorang bayi mulai mengadakan eskplorasi terhadap lingkungannya. Seorang bayi belajar bahwa menangis akan mendatangkan perhatian orang lain, yang merupakan pemuasan kebutuhan mereka. Proses pendidikan berjalan sejajar dengan pertumbuhan individu. Anak-anak belajar  bagaimana memberikan respon terhadap kasih sayang, bagaimana memegang sesuatu dengan tangan, bagaimana menggerakkan benda atau orang. Semua aktifitas tersebut bukan hasil pengajaran tetapi mereka pelajari dari lingkungannya. Dengan demikian tampak bahwa pendidikan akan berlangsung terus sepanjang hidup manusia.



Pendidikan merupakan suatu aktifitas yang terbuka.
            Proses pendidikan dapat terjadi pada berbagai bentuk dan berbagai situasi dan dengan berbagai pembimbing pengalaman belajar.

Pendidikan mencakup formal dan informal.
            Pendidikan yang terjadi pada situasi belajar yang berstruktur dikatakan pendidikan formal. Pada masyarakat yang sudah maju pendidikan semacam ini berlangsung di sekolah dan disebut persekolahan. Lembaga penyelenggara pendidikan mungkin pemerintahan atau lembaga non-pemerintahan seperti lembaga keagamaan, lembaga sosial lain yang peduli terhadap pelaksanaan pendidikan. Aktifitas dan kegiatan belajar ditata secara terstruktur untuk memenuhi kebutuhan tertentu, yang biasanya diformalkan dalam bentuk kurikulum.
            Sedangkan pendidikan informal biasanya tidak terstruktur. Pendidikan ini dapat berlangsung pada berbagai situasi, mungkin dalam keluarga, teman sebaya, pada perjalanan, lingkungan bermain, tempat kerja dan kelompok-kelompok olah raga. Pendidikan informal yang paling dominan terjadi pada media masa.
            Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang bertempat pada suatu lembaga yang diberi nama lembaga sekolah. Pendidikan formal atau sekolah diikuti setelah anak-anak dipersiapkan dalam pendidikan keluarga, dan lembaga lain yang dibentuk oleh masyarakat untuk persiapan tersebut. Beberapa ciri sekolah adalah 1) dibatasi oleh waktu , 2) berorientasi pada kerja, dan 3) memiliki tujuan pembelajaran yang jelas.

Sekolah dibatasi oleh waktu.
            Siswa dibatasi oleh aturan usia memasuki sekolah, untuk pendidikan dasar pada usia 6 sampai 12/13 tahun. Pendidikan menengah setelah tamat pendidikan dasar. Perguruan tinggi ditempuh setelah tamat pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Masa belajarpun dibatasi untuk pendidikan dasar selama 9 tahun, pendidikan menengah 3 tahun. Perguruan tinggi 4 sampai 7 tahun untuk strata satu, dan seterusnya.

Sekolah berorientasi pada kerja.
            Fokus dari suatu kurikulum yang dijabarkan pada pengalaman belajar, diarahkan pada pengetahuan spesifik dan ketrampilan spesifik untuk memasuki dunia kerja. Beberapa kurikulum sangat spesifik berorientasi pada satu jenis pekerjaan. Sekolah-sekolah kejuruan sebagai contoh dari kurikulum yang spesifik. Pada sisi lain kurikulum mempersiapkan siswa untuk kerja yang berorientasi pada kebutuhan masa depan.
Sekolah memiliki tujuan pembelajaran yang jelas.
            Mungkin karakteristik ini yang membedakan antara sekolah dengan pendidikan lainnya. Suatu kurikulum sekolah telah didesain dengan tujuan yang spesifik dan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tersebut direncanakan dan ditata sehingga pengalaman belajar dapat berlangsung dan bermakna. Hal ini tentunya berbeda dengan pendidikan yang tidak direncanakan secara specifik dan pengalaman belajarpun akan terjadi diluar perhitungan atau mungkin tidak bermakna.

PENDIDIKAN BERLANGSUNG SEPANJANG HIDUP (LIFE PROSES)
            Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Prof. De. M.J Langeveld, yang membatasi proses pendidikan dari mulai anak mengerti dan mengakui akan kewibawaan sampai pada anak/manusia tunduk kepada kewibawaannya sendiri, yaitu telah mencapai taraf kedewasaan tidak dapat sepenuhnya diterima. Konsekuensi pandangan pendidikan sebagai gejala kebudayaan membwa dampak pada pengakuan bahwa pendidikan berlangsung sepanjang hidup dan kehidupan manusia.
            Pandangan tersebut diatas sejajar dengan  gagasan dasar pendidikan yang harus dikonsepsikan secara formal sebagai proses yang terus menerus dalam kehidupan individu, mulai masa kanak-kanak sampai dewasa (Cropley, 1974). Hal ini didukung oleh pendapat Stephens (1987) belajar dan mengajar adalah peristiwa wajar yang terjadi pada makhluk manusia secara terus-menerus berlangsung dengan cara yang spontan bahkan tanpa disadari melakukannya. Karena itulah belajar harus didukung dan dibantu dari buaian sampai dewasa.
            Kenyataan bahwa manusia berkembang melalui proses pendidikan, melahirkan suatu pandangan bahwa pendidikan pada dasarnya sebagai pelayanan untuk membantu pengembangan personel sepanjang hidup. Hal ini didasari adanya perubahan sosial masyarakat yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi, perubahan pekerjaandan tuntutan kebutuhan orang dewasa, kesemuanya semakin menuntut peranan pendidikan sepanjang hayat. Artinya pendidikan yang berlangsung terus menerus, tidak hanya pada pendidikan formal (sekolah) saja.

KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN
            Setelah membahas konsep-konsep dasar pendidikan, timbullah pemikiran tentang hal-hal apakah yang terdapat dalam proses pendidikan. Perhatian pada proses terjadinya pendidikan mengarahkan pada pemikiran tentang komponen-komponen pendidikan. Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
            Komponen-komponen yang memungkinkan terjadinya proses pendidikan atau terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 6 komponen, yaitu 1) tujuan pendidikan, 2) peserta didik, 3) isi pendidikan, dan 6) konteks yang memepengaruhi suasana pendidikan. Berikut akan diuraikan satu persatu komponen-komponen tersebut.
Tujuan Pendidikan.
            Tujuan diselenggarakan pendidikan adalah untuk menghasilkan manusia terdidik yang dewasa secara intelektual, moral, kepribadian, dan kemampuan (Widodo Jasmadi,  2008). Sebagai ilmu pengetahuan normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau ukuran tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia. Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan danpendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah, 1981). Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup
manusia menjiwai tingkah laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup yang menjiwai tingkahlaku manusia akan menjiwai tingkahlaku pendidikan dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia.
            Langeveld mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tuuan kebetulan dan tujuan perantara. Pembagian jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit tujuan yang ingin dicapai.
            Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang terjabar mulai dari 1) Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945), 2) Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional), 4) Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah), 5) Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajran atau kuliah), dan 6) Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Denga demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai guru dalam pembelajaran dikelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

Peserta Didik
            Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang mengasumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa. Mendasarkan pada pemikiran tersebut di atas maka pembahasan peserta didik seharusnya bermuara pada dua hal tersebut di atas.
            Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut :
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbdeda dengan sifat hakikat kedewasaan. Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk individu dualitas, sosialitas dan moralitas. Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
            Sehubungan dengan persoalan anak didik disekolah Amstrong 1981 mengemukakan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan. Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya masyarakat peserta didik ? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik ? hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah ? dan bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah ? Berdasarkan persoalan tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak dididk.
Pada Pasal 12 UU Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(1)   Setiap pesertadidik pada setiap satuan pendidikan berhak :
a.       Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b.      Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c.       Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
d.      Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e.       Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f.       Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2)   Setiap peserta didik berkewajiban :
a.       Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b.      Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendididkan yang diselenggarakan dalam wilayah NKRI.
(3)   Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan
            Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Pendidik adalah manusia yang sepenuhnya memiliki HMM dengan segenap kandungannya. Pendidik dengan HMM-nya ini berhak hidup sesuai dengan HMM-nya, dan perlu bekerja, dalam hal ini sebagai pendidik, yang harus melayani pengembangan HMM peserta didik. Dalam diri pendidik, HMM pendidik itu secara relatif telah lebih berkembang dibanding perkembangan HMM peserta didik (Prayitno, 2009). Terdapat beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja. Ditinjau dari lembaga pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru sebgai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidi adalah 1) orang dewasa, 2) orang tua, 3) guru/pendidik, dan 4) pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.

Orang Dewasa
            Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah sebagai berikut : (1) manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap, (2) manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik, (3) manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri, (4) manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat  secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif, (5) manusia yang telah mencapai umur kronologs paling rendah 18 th, (6) manusia berbudi luhur dan berbadan sehat, (7) manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan (8) manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.

Orang Tua
            Kedudukan orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka. Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkan tentang pendidikan. Secara umum dapat dikatan bahwa semua orang tua adalah  pendidik, namun tidak semua orang tua mampu melaksanakan pendidikan dengan baik. Sebagaimana telah dikemukakan dalam bahasan di atas, bahwa kemampuan untuk menjadi orang tua sama sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik.

Guru/Pendidik di Sekolah
            Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi didasrkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional. Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik yang berhubungan dengan pesan yangingin disampaikan maupun cara penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
            Selain orang dewasa, orang uta dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.

Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik
            Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara komponen-komponen pendidikan. Terutama interaksi antara pendidik dan anak didik. Interaksi pendidik dengan anak didik dalam rangka  mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang dilakukan pendidik dalam interaksi tersebut mungkin berupa  tindakan berdasarkan kewibawaan, tindakan berupa alat pendidikan, dan metode pendidikan.
            Pendidikan berdasarkan kewibawaan dpat dicontohkan dalam peristiwa pengajaran dimana seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara beberapa murid membuat suatu yang menyebabkan  terganggunya jalan pengajaran. Kemudian guru tersebut memberikan peringatan, maka belau ini telah melaksanakan tindakan berdasarkan kewibawaan. Dengan demikian tindakan berdasrkan kewibawaan yaitu bersumber dari orang dewasa sebagai pendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan kesusilaan, sosial dan lain-lain) (Syaifullah, 1982).
            Alat pendidikan adalh suatu situasi atau perbuatan dengan situasi atau perbuatan tersebut akan dicapai tujuan pendidikan. Tindakan pendidik untuk menciptakan ketenangan agar tercapai tujuan pendidikan tertentu dalam proses pengajaran, atau melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, umpamanya nasihat, teguran, hukuman dan teguran agar anak mau berbakti pada orang tua.
            Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana pendidikan dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik yaitu metode diktatorialm metode liberal dan metode demokratis (Suwarno, 1981). Metode diktatoral bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa perkembagan manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar manusia, sehingg pendidikan bersifat maha kuasa. Sikap ini menimbulkan sikap diktator dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
            Metode liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur terhadap perkembangan anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai denan kodratnya secara bebas atau liberal.
            Metode demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di dalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat mengasai anak, tetapi harus bersifat membimbig perkembangan anak. Di sini  tampak bahwa pendidik dan anak didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Ki Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa, ing ngarsa asung tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang, kadang-kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-kadang harus didepan untuk memberi contoh atau tauladan.

Isi Pendidikan
            Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang dicita-citakan. Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari pendidikan agama., pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial, pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan peindidikan jasmani.

Lingkungan Pendidikan
            Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari lingkungan kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial anthropologis, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan iklim geographis. Ditinjau dari hubungan lingkungan dengan manusia dapat dikelompokkan menjadi lingkungan  yang tidak dapat diubah dan lingkungan yang dapat diubah atau dipengaruhi, dan lingkungan yang secara  sadar dan sengaja diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari sudut tinjauan lain Langeveld linkgungan pendidikan menjadi lingkunganyang bersifat pribadi atau pergaulan dan lingkungan yang bersifat kenedaan, segala sesuatu yang ada di sekeliling anak.
            Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
            Dunia dewasa ini mengaami transformasi sosial secara revolusioner yang belum pernah dialami oleh umat manusia selama ini. Dimana-mana terjadi perubahan dalam pergaulan hidup manusia dari masyarakat statis tradisional menjadi suatu masyarakat yang terbuka karena pengaruh teknologi komunikasi. Hubungan kluarga menjadi renggang dan bukan tidak mungkin terjadi perang antargenerasi. Transformasi sosial dalam masyarakat tentunya mengubah pula bentuk-bentuk kekuasaan yang mempengaruhi atau mengatur tingkah laku manusia. Inilah yang kita lihat dalam segi pendidikan informal.
            Dalam lingkungan pendidikan formal juga kita lihat suatu perubahan yang sangat besar. Seperti yang telah dikemukakan, pendidikan formal merupakan tuntutan dari semua umat manusia lebih-lebih bagi negara yang sedang berkembang. Sudah sejak tahun 60-an Bereday mengemukakan mengenai krisis pendidikan di dunia karena meledaknya tuntutan untuk memperoleh pendidikan dari negara-negara yang baru merdeka. Pengamatan seoang ahli sosiologi dan pendidikan sebelum PD II memaparkan bahwa pendidikan akan merupakan dinamit dalam revolusi kemerdekaan dari negara-negara jajahan.
Dewasa ini pendidikan di negara-negara berkembang mengalami revolusi. Bukan hanya pendidikan merupakan kewajiban dari pemerintah yang diakui sebagai salah satu hak asasi manusia tetai telah merupakan suatu tuntutan dari setiap negara modern. Kewajiban belajar telah merupakan suatu keputusan bersama umat manusia dan tuntutan tersebut buukan hanya merupakan tuntutan formal tetapi juga menuntut perubahan yang radikal dari isi dan proses dalam lembaga lembaga pendidikan formal tersebut. Bahkan, berbagai perubahan di dunia dipelopori oleh perubahan dari lingkungan pendidikan formal (Tilaar, 2003). 

1 komentar: